Misteri Sosok Mistis yang Menjaga Hutan Kalimantan


 Di Kalimantan Barat, khususnya di kalangan masyarakat Dayak pedalaman, dikenal hewan mistis penghuni rimba raya, hewan ini sejenis harimau dahan.

Akan tetapi, ini bukan jenis satwa yang bisa dilihat oleh semua orang. Kebanyakan hanya bisa di dengar suaranya berupa bunyi sayup "kung, kung, kung", tetapi bergema dan menggetarkan bagi orang yang mendengarnya.

"Suara dari hewan mistis itu begitu menggetarkan jiwa sekaligus menyeramkan." ujar seorang warga

"Tengah malam di pondok ladang, suasana sangat hening. Ada suara serangga dan juga desah angin. Nah, sesekali terdengar suara ‘kung, kung, kung' yang sayup, tapi menggetarkan. Hingga sekarang, saya tak bakal lupa kesan itu," ucap Blasius. 

Bahkan orang tua masyarakat Dayak sudah menanamkan makna Sang Penjaga Alam  yang penuh misteri itu dengan nama Kek Tung.

Apakah satwa itu nyata? Menurut penuturan orangtua, Kek Tung menyerupai jenis harimau dahan, berkulit hitam, berbadan besar, dan bersuara menggema.

Apabila Kek Tung bersuara, berbagai isyarat bisa ditangkap oleh para penatua. Di antaranya isyarat buah-buahan di hutan akan melimpah atau sebaliknya panen ladang akan gagal atau serangan sampar.

Kek Tung nyata sebagai bagian komponen alam. Kalaupun masyarakat menilainya mistis, itu sah-sah saja jika dikaitkan dengan kearifan tradisi.
 
Suara Kek Tung hanya bisa didengar di kawasan hutan yang masih lestari, seperti rimba belantara yang belum terjamah tangan panas kapitalis.

Itu pula sebabnya di area hutan yang pernah terdengar suara Kek Tung, belum ada manusia yang berani merambahnya. Contohnya, Bukit Sedayang yang hingga kini masih dipenuhi oleh lebatnya buah durian, madu pohon, air jernih, udara segar, dan aneka hasil alam.

Kisah serupa juga ada di Kabupaten Sintang. Aktivis lingkungan kelahiran Sintang, Shaban Stiawan, mengaku pernah mendengar suara mistis itu di belantara rimba.

Di daerah kami, masyarakat menyebutnya remaong. Saya pernah mendengar suaranya saat masih kecil. Hingga sekarang, saya masih ingat betul betapa merindingnya saya waktu itu,"

Suara yang menggetarkan jiwa itu boleh jadi bakal sirna seiring eksploitasi hutan gila-gilaan di bumi Kalbar. Pandangan prokapitalis tak bakal melihat kelestarian alam secara utuh.

Buktinya, mereka tak segan-segan menggusur hutan adat, perkuburan, bahkan tembawang. Padahal, tembawang merupakan bekas kampung tua, yang di situ pernah ada kehidupan manusia lengkap dengan perkakas budaya, fungsi sosial, religius, dan tanam-tumbuh.
 
 
 Di daerah lain di pedalaman Kalbar, yakni Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang, sekitar 200 kilometer dari Kota Pontianak, makhluk ini disebut Kek Catok. Ada legenda tersendiri, mengapa masyarakat menyebut makhluk ini sebagai Kek Catok.
Tokoh Dayak Simpakng yang telah lama tinggal dan bekerja di Kota Pontianak, FX Beleng (53), menuturkan, hikayat Kek Catok sudah begitu menyatu dalam ritme kehidupan masyarakat pedalaman sebagai penjaga hutan yang paling tua. Itu sebabnya, mereka senantiasa mengelola hutan secara lestari, mempertahankan tradisi berladang, dan menolak perkebunan monokultur yang merusak alam.
"Selain Kek Catok, kami juga menyebutnya togukng, macatn daan, serta remaong. Wujudnya benar-benar berupa satwa, tetapi memiliki nilai mistik melalui suaranya. Jika bersuara, isyarat akan terjadi sesuatu, pada umumnya ke arah yang buruk," tutur Beleng, yang oleh Komunitas Dayak Simpakng di Kota Pontianak diberi kepercayaan sebagai tamongokng atau semacam kepala adat.
Sesuatu yang buruk tersebut bisa berupa gagal panen, tokoh tertentu akan meninggal dunia, serta malapetaka. Juga isyarat onya sumakng labatn atau orang yang menikah dengan hubungan sedarah yang amat dilarang adat.
"Tapi manusia sekarang bisa berhubungan dengan togukng, melalui keturunannya yang masih hidup hingga kini. Misalnya meminta bantuan mengobati suatu penyakit, atau sebaliknya untuk berperang," tutur Beleng.
Jadi, hewan mistis itu pernah menikah dengan manusia? Beleng mengangguk dan meyakinkan, hingga saat sekarang pun keturunan susur galurnya masih ada dan hidup biasa seperti orang kebanyakan.
Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab, Kecamatan Simpang Dua, menuturkan, siapa yang  punya susur galur dengan togukng bisa memanggil dia melalui beberapa ritual.
Yakni membakar bulu ayam putih, dengan sesaji berupa daging, hati, dan darah ayam putih, ujung kaki, ujung paruh, dan ujung jengger, serba sedikit dalam kondisi matang dengan dipanggang. Sambil membakar bulu ayam, mantera dirapalkan.
"Apabila mangkuk tempat sesaji yang digantungkan bergoyang-goyang, itulah pertanda Kek Catok akan muncul. Togukng muncul dengan terbang ke atap rumah, disertai suara rantai yang bergesekan dengan lantai," tutur Nitty.
Pernah melihat wujudnya Baik Beleng maupun Nitty sama-sama mengaku pernah melihat wujud togukng yang nyata. Meskipun jarang-jarang orang biasa mampu melihatnya langsung, selain hanya mendengar suara "kung kung kung" yang menyeramkan.
Beleng bahkan pernah melihatnya pada 2007 silam, hanya sayangnya sosok langka itu tidak terdokumentasikan. Menurut Beleng, saat itu dirinya berlibur ke kampung, dan mendengar seseorang telah menembak togukng saat berburu di hutan.
Wah, kenapa makhluk mistis ini bisa mati tertembak senapan lantak biasa? Beleng menilai, naas bisa saja menimpa togukng, yakni dalam bahasa lokal disebut kempunan.
Kempunan berarti suatu malapetaka yang sewaktu-waktu bisa menimpa, tanpa bisa diprediksi. Biasanya kempunan terjadi jika kita tidak menyentuh makanan yang ditawarkan seseorang, sebelum kita bepergian. Makanya dalam tradisi masyarakat Dayak, jika saat hendak bepergian tiba-tiba ditawarkan makanan, haruslah diterima, minimal disentuh atau disebut pusak.
"Togukng pun bisa saja kempunan, entahlah apa sebabnya. Akibat kempunan itu, dia bisa mati tertembak pemburu," ujarnya.
Suatu hari di tahun 2007 itu, di Desa Sekatap, Kecamatan Simpang Dua, sekitar 240 kilometer dari Kota Pontianak, seseorang memberitahu Beleng ada hewan diduga togukng ditembak warga. Ia pun bergegas ke rumah warga itu, dan mengamati bangkai hewan sekira ukuran kambing jantan itu.
"Itu memang togukng karena ciri-cirinya persis penuturan orang-orang tua kita. Ada keanehan di tubuhnya, yakni guratan menyerupai gambar pedang, senapan lantak, parang, dan atribut masyarakat Dayak lainnya," kata Beleng. Bagaimana si penembak sampai tak mengenali kalau makhluk itu adalah togukng? Rupanya saat berburu malam hari di tengah hutan, warga itu dikagetkan dengan sosok gelap di atas pohon mengeluarkan suara "kung kung kung" dengan sorot mata berbinar dalam kegelapan.
Kaget disertai takut, reflek dia mengarahkan ujung senapan lantak ke arah kening hewan itu, dan menarik picu. Dor, suara tembakan memecah malam, dan sosok itu pun runtuh ke bumi.
Sampai saat hewan buruan dipikul ke kampung, sang pemburu masih belum menyadari ia telah menembak togukng. Nah, saat pemburu itu tidur malam itu juga, isyarat buruk muncul.
Dia bermimpi bahwa yang ditembak adalah anak macan. Ada semacam ancaman, jika dia kembali masuk hutan dan berjumpa dengan kerabat togukng lainnya, maka dia akan dibunuh sebagai balas dendam kesumat.
"Tiga bulan lamanya, sang penembak itu tak berani keluar rumah. Kami menggelar ritual adat ngurokng minu, artinya mengurung semangat si penembak, agar tidak mengembara ke mana-mana. Ritual ini dipimpin seorang dukun, yang minta perlindungan kepada Yang Kuasa agar tak terjadi mara bahaya," ujar Beleng. 
Seorang warga Simpang Dua (sekitar 240 kilometer dari Kota Pontianak) yang menjadi dosen perguruan tinggi swasta di Kota Pontianak, Maran (41), mengaku pernah melihat sosok Kek Tung. Saat itu, dia masih usia SMP dan hendak mandi di sungai seorang diri pada sore hari, sekitar pukul enam.Di sungai itu berdiri pohon tengkawang yang besar. Di atasnya, dia mendengar suara sayup togukng. Ia pun menengadah, mengarahkan pandangannya ke ketinggian pohon yang sekitar 30-40 meter itu.
Suasana yang mulai agak gelap membuat pandangannya remang-remang melihat satu sosok bergerak dari satu ranting ke ranting lainnya. Suara "kung-kung-kung" terdengar sayup dalam interval yang lambat.
"Saat itu, jiwa saya masih kanak-kanak, jadi tak menyadari kalau itu sebenarnya togukng. Sengaja saya pandang di ketinggian, sosoknya seperti macan tutul, kombinasi warna hitam-putih agak abu-abu. Ukuran tubuh kira-kira sebesar beruang," kenang Maran.
Maran kecil pun mandi dengan tenang, tanpa prasangka lain. Nah, begitu pulang ke rumah yang tak begitu jauh dari sungai, neneknya segera menyambut di depan pintu.
Sang nenek menanyakan, apakah dia mendengar suara togukng? Ternyata, wanita tua itu ikut mendengar suara itu dari rumah. "Itu tadi suara togukng, ayo cepat masuk ke rumah," ujar neneknya dengan wajah cemas.
Begitu menyadari baru melihat makhluk mistis yang selama ini hanya didengarnya dari penuturan orangtua, barulah dia merasa ketakutan. Wujud togukng tak hanya dijumpai dalam bentuk yang pernah dilihat Maran.
Pada saat tertentu, bisa juga makhluk ini menyerupai kelempiau (sejenis kera) belang hitam-putih. Kala itu, Maran telah menjadi mahasiswa, dan saat liburan ke kampung, dia seperti biasa masuk ke hutan.
"Karena saya sudah banyak mempelajari tentang togukng, jadi tak kaget lagi saat menjumpai kelempiau aneh itu. Orangtua berpesan, jika berjumpa makhluk ini, biarkan saja, jangan diganggu," tutur Maran.
Togukng yang bisa menyerupai satwa kelempiau ini dibenarkan Adoria Nitty (47), petinggi adat Banua Simpakng, yang kesehariannya mendapat mandat sebagai tetua adat di Desa Banjur Karab, Kecamatan Simpang Dua. Sebagai hewan mistis setengah hantu, makhluk ini bisa berubah bentuk. Mulanya remaong, sejenis kucing hutan yang besar.
Setelah itu, bentuknya meningkat menjadi remaong daan atau macan dahan, kemudian menjadi macan sebagai bentuk tertinggi. Nah, setelah jadi macan, bisa berubah bentuk menyerupai binatang lain, seperti kelempiau putih atau macan tutul. Sekitar empat tahun lalu, Nitty juga bertemu togukng, saat menjenguk jeratnya di dalam hutan. Jerat itu dipasang sebagai perangkap hewan buruan, seperti babi hutan.

Post a Comment